Keep up with our latest news and site updates

Subscribe Via RSS Reader

Friday, June 27, 2008

KEJAHATAN INTERNET, TINJAUAN HUKUM PRO DAN KONTRA

Dewasa ini kemajuan teknologi informasi semakin linear dengan kehidupan sehari-hari kita. Cyberspace yang merupakan konvergensi telematika (telekomunikasi, media dan informatika) telah membuka paradigma baru cara berpikir dan beraktifitas masyarakat madani kita dalam era informasi. Hal ini mau tidak mau akan mendorong adanya percepatan pertumbuhan semua aspek menuju tatanan global serba otomat dan serba modern.

Informasi is the lifeblood that sustains political, social, and business decision.Informasi menjadi aliran darah kehidupan manusia, peryataan yang digambarkan dalam buku Toward a Law of Global Communication Networks ini tidaklah berlebihan pada saat ini.Secara sepintas kita sepakat adanya internet memanjakan kehidupan kita.Bagaimana tidak, internet telah mempersempit permukaan bumi yang begitu luas, Internet telah mengefisienkan waktu kita yang terbatas, sekaligus memberikan hiburan untuk menetralisir kesumpekan dan kejenuhan.

Seiring dengan perkembangannya banyak didapati ketidak tepatan sasaran yang hendak dicapai, bagaimanapun diantara begitu banyaknya user yang online pada dunia maya ini tidak seluruhnya mempunyai niat baik sewaktu menggunakan media internet. Misalnya ada 1 milyar pemakai diseluruh dunia, dan angka kegagalan 3,5% (hacker,cracker dan carder) maka akan terdapat 35.000.000 user nakal yang akan membuat cyber crime. Indonesia menurut data IDC tahun 2000 untuk tingkat adopsi internet baru mencapai 0,11%, lebih rendah dari Taiwan yang mencapai 33,4% dan Korea Selatan 36,7%. Namun dalam dunia cyber crime di tingkat Asia menurut data Interpol, Indonesialah yang menempati urutan pertama dalam tingkat pelanggaran baik pidana maupun perdata.

Realitanya dikalangan mahasiswa dan pelajar yang notabene adalah kaum ilmiah pelanggaran ini sudah membudaya dan merupakan suatu perlombaan adu gengsi diantara mereka.Untuk menjadi hacker memang tidak diperlukan keahlian khusus yang amat sulit, cobalah kunjungi warnet-warnet yang menjamur sekarang ini. Kalau anda jeli maka akan dengan mudah mendapatkan nomor-nomor credit card kepunyaan seseorang (dari luar negeri maupun dalam negeri) beserta data-data lainnya yang dapat anda gunakan untuk membeli barang atau jasa secara absah. Yang penting barang/jasa yang dibeli sampai ditangan.Bahkan sampai nomor-nomor ATM dari kelompok mahasiswa suatu PTS di Yogyakarta beserta nomor PINnya pernah dijumpai beredar di warnet-warnet. Bayangkan saja apabila ATM itu secara tidak sah di access lewat I-bank atau cara lainnya untuk dihabiskan atau di transfer. Betapa mengerikan!.

Cyber Crime

Kejahatan di dunia maya (baca:Internet) telah membuat dunia hukum seperti kebakaran jenggot, bahkan terkesan hukum selalu tertinggal selangkah dengan kemajuan telematika ini. Khususnya di Indonesia saat ini faktanya memang belum ada aturan khusus yang mengatur telematika. Walaupun kita tetap angkat topi untuk rekan-rekan dari dunia kampus yang telah memberikan masukan dengan penyusunan draft RUU tentang Teknologi Informasi. Entah kenapa Undang-undang yang definitif sampai saat ini belum direlisasikan.

Persoalan kejahatan komputer sebagaimana telah didefinisikan oleh Departemen Kehakiman AS, Organization of European Community Development (OECD) dan National Police Agency (NPA) serta seorang ahli Jerman (Sieber) pada dasarnya mengandung unsur-unsur :

  1. pelanggaran tidak sah dan penggunaan secara tidak sah (unauthorized access and unauthorized use);
  2. penipuan dan pencurian informasi (fraud and information theft);
  3. pelanggaran-pelanggaran (associated offence);

Berbagai macam pelanggaran dan kejahatan yang ada dalam dunia teknologi informasi khususnya di Indonesia terutama pada kalangan ahli hukum sendiri masih terdapat selisih pandang, mengingat belum adanya Undang-undang yang sah mengaturnya.Oleh karena itu segala bentuk pelanggaran yang ada kemudian dicarikan bentuk aturan pada pasal-pasal hukum positif yang telah ada.Perdebatan-perdebatan diantara ahli hukum dan pengamat hukum tentang masalah kejahatan internet (interconnected network) pada dasarnya dapat dimengerti karena masing-masing pandangan memiliki basic pijakan yang kuat dan rasional.

Pakar pidana Prof.Loebby Loqman dalam kesaksiannya di pengadilan dalam kasus nama domain mustika-ratu.com menegaskan bahwa kita perlu terlebih dahulu menetapkan perbuatan di dunia siber, mana yang termasuk dalam kriminal atau cybercrime dan mana yang tergolong dalam lingkup perdata. Tanpa suatu ketentuan hukum yang berlaku, hakim akan mengalami kesulitan dalam mengambil putusan.

Munculnya pro-kontra mengenai bisa tidaknya hukum positif kita mengatur menganai aktivitas di internet disebabkan dua hal yaitu :

  1. karakteristik aktivitas di internet yang bersifat lintas batas, sehingga tidak lagi tunduk pada batasan-batasan teritorial;
  2. sistem hukum tradisionil yang justru berbasis pada batasan-batasan teritorial dianggap tidak memadai dalam menjawab persoalan-persoalan hukum aktivitas di internet.

Pandangan Kontra

Pengakuan data elektronik sebagai alat bukti di pengadilan Indonesia nampaknya masih dipertanyakan validitasnya.Dalam praktek pengadilan di Indonesia, penggunaan data elektronik sebagai alat bukti yang sah memang belum biasa digunakan. Apa kendalanya ?Masalah pengakuan data elektronik memang menjadi isu yang menarik seiring dengan penggunaan teknologi informasi (internet). Beberapa negara seperti Australia, Chili, China, Jepang, dan Singapura telah memiliki peraturan hukum yang memberikan pengakuan data elektronik sebagai alat bukti yang sah di pengadilan, sedangkan untuk di Indonesia perundangan tentang hal ini baru merupakan wacana untuk direalisasi. Oleh karena itu kemudian berkembang pendapat yang didasari pada das sollen dan das sein.

Pandangan kontra terhadap hukum Indonesia dalam menjerat pelanggaran via internet lebih didasari pada pandangan das sollen ( baca: yang seharusnya). Secara de facto hukum positif kita belum spesifik mengatur.Pertimbangan lainnya adalah didasari aspek Pidana kita.Hukum Acara Pidana Kita belum menenpatkan alat bukti elektronik di dalamnya.Selama ini pihak penegak hukum baru dapat menangkap pelaku tindak criminal setelah person yang diduga melakukan tindak pencurian kartu kredit menerima barang dari biro pengiriman. Padahal bisa saja hal tersebut bukan dilakukannya, sengaja diciptakan sedemikian rupa oleh pihak lain yang mungkin sama sekali tidak diketahui person tersebut. Kalau sudah begini bagaimana unsur pembuktian di depan sidang nanti ?

Golongan kontra ini beralasan bahwa internet laiknya seperti ?surga demokrasi? yang menyajikan wahana bagi adanya lalu lintas ide secara bebas dan terbuka tidak boleh dihalangi dengan aturan yang didasarkan atas sistem hukum tradisional yang bertumpu pada batasan-batasan teritorial.Menurut kelompok ini, internet harus diatur sepenuhnya oleh sistem hukum baru yang berbasiskan norma-norma hukum yang baru juga yang dianggap sesuai dengan karakteristik yang melekat pada dunia siber.

Pandangan Pro

Pandangan kelompok pro sangat bertolak belakang dari paparan di atas dan didasari atas prinsip das sein, dimana penerapan sistem hukum positif yang sudah ada untuk mengatur aktivitas-aktivitas di internet sudah sangat mendesak.Tanpa harus menunggu silang pendapat kaum akademis yang memperdebatkan sistem hukum yang paling tepat untuk mengatur aktivitas di internet.Pertimbangan pragmatis, karena dirasakan bahwa esensi dan efek yang timbul dari internet sudah makin meluas dan tanpa harus menunggu munculnya hukum baru.

Pandangan kelompok ini kurang memperhitungkan realitas dan permasalahan baru yang merupakan diaroma masyarakat informasi yang tidak dapat sepenuhnya mampu dijawab oleh hukum positif saat ini. Hal ini pada gilirannya akan melemahkan atau bahkan mengusangkan konsep-konsep hukum yang sudah mapan seperti kedaulatan dan yurisdiksi. Seperti dikemukakan pengamat hukum multimedia Arif Latifulhayat, kedua pandangan ini kemudian mendasarai pandangan baru yang merupakan konvergensi dari dua asas yang mendasari silang pendapat tersebut.

Pandangan Konvergensi

Kelompok ini lebih akomodatif dalam menyikapi semua aspek yang ditimbulkan dari booming informasi.Dimana hukum siber tetap diperlukan untuk mengatasi permasalahan siber, namun harus dilakukan secara evolusi dan hati-hati dengan menitikberatkan pada aspek kekhasan pada dunia siber. Pendapat ini kiranya cukup moderat dan realistis, mengingat aspek khas dunia siber yang perlu diatur meliputi E-commerce, Trademark/Domain name, Privacy and Security on the Internet, Copyright, Defamation, Dispute Settlement dan Content Regulation serta yang lainnya yang terus akan berkembang seiring dengan perkembangan pada pemanfaatan internet sendiri.

Pada akhirnya permasalahan kejahatan internet memerlukan perhatian khusus dari semua pihak, yang dimungkinkan pada tataran yang sudah established dapat menjembatani berbagai kepentingan diantara masyarakat informasi dengan jaminan kepastian hukum. Pihak akademisi dimungkinkan secara terus menerus memberi input mengenai perkembangan dunia siber dengan berbagai macam solusinya.

Namun yang menjadi pertanyaan besar saat ini dengan kondisi yang belum menentu dalam segi yuridis adalah seberapa jauh kesiapan dan kesigapan aparat penegak hukum dalam upayanya memberantas tindak kejahatan yang semakin hari menunjukkan gejala peningkatan.Aparat kepolisian dan aparat kejaksaan sebagai ujung tombak penengakan hukum terkesan kalah ahli dengan trik-trik aktivitas hacker, carder, dan cracker kita.Dari segi fasilitas sarana prasarana memang masih sangat jauh dari kondisi yang ideal, selain itu kemampuan SDM yang dimiliki juga masih dapat dipertanyakan. Langkah selanjutnya adalah pihak decision maker (baca: hakim) pastilah mengalami hambatan dengan pemaksaan hukum yang ada sementara ini dalam memutuskan perkara-perkara telematika.

Terhadap pelanggaran pidana pencurian credit card saja masih belum sempurna penanggulangannya.Pada kasus-kasus yang diproses di kepolisian hanya mereka yang melakukan pencurian dengan memesan barang dan telah atau sedang menerima barang pesanannya. Bagaimana seandainya pencurian itu dilakukan untuk melakukan download program atau akses pembayaran untuk layanan jenis jasa yang dibayarkan karena telah menikmati situs-situs porno misalnya. Bagaimana pihak penegak dapat membekuk pelakunya, sementara telah menerima laporan kecurian dari pihak empunya credit card. Saya yakin dengan kondisi sistem hukum kita saat ini seandainya tidak disikapi secara bijak, akan membuat timbunan kasus-kasus yang tidak terpecahkan (x-file).

Perkembangan masalah kejahatan di dunia maya ini tidak saja merupakan hal baru tetapi juga sangat fenomenal.Ketiadaan hukum khusus yang mengaturnya membuat para penegak hukum kesulitan menemukan jawaban terhadap berbagai masalah yang ada. Akibatnya bila terjadi konflik, terpaksa harus dicari aturan yang dianggap berkaitan sehingga kesannya dipaksakan, yang pada gilirannya akan sangat berbahaya karena akan menimbulkan ketidakadilan baru di tengah masyarakat. Tempora mutantur, nos et mutamur in illis, bila jaman berubah kitapun harus berubah bersamanya. Kalau tidak kita akn ditelan oleh perubahan itu sendiri.Pembuatan hukum siber dalam menanggulangi cyber crime haruslan didasarkan pada asas kepastian, persamaan, kebebasan siber dan keadilan hukum.

BARA HERNOWO NATALI
(Pengamat Masalah Hukum Teknologi Informasi)

No comments:

Post a Comment

 
2009 Ari Camp2 All Rights Reserved.
chip created by vio Templates
blogger theme designed by blogger templates