Keep up with our latest news and site updates

Subscribe Via RSS Reader

Sunday, June 29, 2008

Etika Akademik di Perguruan Tinggi

Abstrak

Etika dalam kegiatan akdemik diperlukan. Makalah ini mengurai etika akademik yang diperlukan untuk staf pengajar di perguruan tinggi (PT) dan mahasiswa. Secara rinci diuraikan aplikasi etika akademik untuk dosen dan mahasiswa.


Pendahuluan

Etika dalam makalah ini dibatasi sebagai nilai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat (Bertens 1994: 6). Etika merupakan moral yang menentukan perilaku baik atau buruk secara kontekstual. Dengan demikian, etika akademik dapat diartikan sebagai aturan atau ketentuan yang menyatakan perilaku baik atau buruk para pelaku intelektual ketika mereka berbuat atau berinteraksi dalam kegiatan yang berkait dengan ranah kognitif. Sonhaji (1996) menekankan pentingnya etika akademik dalam pengembangan dan kegiatan di perguruan tinggi (PT). Senada dengan itu, Susanto, Suwito, dan Djojodagdo (1996) dan Zubair (1987: 21) menegaskan bahwa etika akademik perlu ditegakkan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan PT sehingga dapat ditentukan standar yang jelas. Makalah ini mengurai etika akademik di PT secara umum.

PT dan Masyarakat Akademik PT merupakan suatu masyarakat yang di dalam mekanisme kerjanya PT terikat dengan etika, yakni patokan moral untuk bertindak dan menginterpretasi suatu tindakan atau keadaan. Anggota masyarakat PT terdiri atas tiga kelompok yang secara integratif membangun institusi PT, yakni mahasiswa, dosen, dan staf administrasi. Ketiga unsur ini berinteraksi secara alamiah di dalam budaya akademik untuk mencapai satu tujuan, yaitu mencerdaskan mahasiswa dalam intelek, emosi, dan ketaqwaan mereka. Jika satu dari ketiga unsur itu tidak ada, masyarakat yang membentuk institusi itu bukan merupakan PT. Demikian juga, jika satu dari ketiga unsur itu tidak berfungsi dengan baik, institusi itu bukan merupakan institusi PT yang baik. Ini berarti pengelolaan dan pengembangan PT harus mencakup keterbabitan ketiga unsur itu. Sebagai konsekuensinya, etika akdemik di PT juga harus melibatkan ketiga unsur itu. Jika mahasiswa tidak ada, dosen tidak berarti apapun, jika dosen tidak ada mahasiswa tidak berarti apa-apa, dan jika staf administrasi tidak ada, mahasiswa dan dosen tidak dapat menyelenggarakan kuliah dengan baik. Etika akademik, dengan demikian, langsung atau tudak langsung, implisit atau eksplisit mengenai ketiga unsur itu.

Tugas PT mencakup tiga hal yang dikenal sebagai Tridharma PT, yaitu menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran, melakukan penelitian, dan menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat. PT merupakan institusi yang terkait dengan teori dalam hal menyampaikan teori kepada mahasiswa (pendidikan dan pengajaran), membentuk atau merekayasa teori (penelitian), dan mengaplikasikan teori (kepada masyarakat) untuk kemashlahan umum. Di dalam menjalankan ketiga dharma ini PT terikat kepada etika akademik.

Sebagai aturan, etika akademik berdasar pada pemikiran kritis, artinya pemunculan satu pernyataan moral dalam satu profesi seperti PT bersifat alamiah sesuai dengan konteks PT. Dengan pandangan ini dapat diartikan bahwa etika akademik merupakan etika terapan. Dengan merujuk Bertens (1994: 293-302), satu dari empat unsur berikut menjadi dasar pertimbangan dalam pemunculan etika, yaitu sikap awal, informasi, norma moral, dan logika.

Dalam setiap masalah etis, seperti etika akademik, selalu ada sikap awal orang yang terlibat. Sikap orang terhadap satu fenomena sosial tidak pernah dimulai dari nol atau kekosongan. Begitu satu peristiwa yang menyangkut etika terjadi, orang yang terkait sudah memberikan penilaian moral, yang lazimnya berupa pro atau kontra.

Informasi diperlukan untuk menentukan moral yang bagaimana yang akan diambil. Dengan informasi terkini seseorang mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya. Berbagai informasi dengan berbagai konteks situasi akan memperjelas masalah moral yang terjadi.

Unsur ketiga adalah norma-norma moral yang relevan dan yang sudah diterima di dalam masyarakat. Unsur ini dipertimbangkan untuk penyelesaian masalah moral yang dihadapi. Norma-norma moral ini mungkin bersumber dari adat istiadat, tradisi setempat (konvensi) atau norma agama.

Unsur keempat adalah logika. Setiap pemunculan pernyataan moral mempunyai dasar pemikiran logis. Jadi, walaupun satu masalah secara kontekstual dapat diterjemahkan ke dalam berbagai versi moral, masing-masing versi memilki dasar logika. Sejumlah etika akademik berikut ini telah, sedang, atau dalam proses berlangsung di STBA Harapan.


Etika dosen


Berikut ini adalah sejumlah etika akademik yang diajukan. - Seorang dosen memilki dedikasi terhadap tugas akademiknya. Tinggi rendahnya dedikasi seorang dosen terhadap tugasnya dilihat dari pelaksanaan tugas akademik yang baik dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan serta akibat perbuatan akademiknya itu. - Dalam kegiatan akademik seorang dosen wajib menghargai dan mengakui karya ilmiah orang lain.Dengan etika ini pengambilalihan karya ilmiah orang lain dan pengakuan milik karya orang lain bertentangan dengan moral akademik. Praktek ini yang dikenal sebagai plagiat dianggap penipuan atau pencurian. - Dalam penerbitan ilmiah dosen harus menghormati hak dan kemerdekaan individu. Dalam mengumpulkan data untuk penelitian seorang dosen harus dengan jujur memberitahukan kepada responden, informan, subjek atau siapa saja yang terlibat bahwa data yang diberikan respondedn adalah untuk penelitian. Pemunculan nama, gambar, atau bentuk mini properti orang lain harus mendapat persetujuan responden itu.
- Dalam melaksanakan kegiatan akademik dosen saling membantu dan menjaga rahasia kegiatan atau hasil kegiatan itu dari masyarakat atau klien di luar profesi.
- Pada dosen menghargai dan menghormati otonomi dalam satu cabang atau disiplin ilmu.
- Para dosen saling membantu dalam pengembangan kemampuan akademik.
- Para dosen bebas mengembangkan satu teori, minat, atau bidang yang ditekuninya.



Etika dalam Interaksi Dosen dan Mahasiswa

- Dosen meperlakukan mahasiswa secara manusiawi Dengan etika ini, dalam kegiatan akademik para dosen harus menghindari memperlakukan mahasiswa sebagai alat. Dosen memberi kebebasan kepada mahasiswa untuk berinteraksi secara wajar dalam kegiatan perkuliahan. Pemaksaan untuk membeli diktat atau pemberian sesuatu oleh mahasiswa kepada dosen untuk mendapat kompensasi yang menguntungkan bertentangan dengan etika ini.
- Dosen menjaga kerhasiaan data akademik mahasiswa. Dosen merupakan orang terpercaya dalam menjaga kerahasiaan data akademik mahasiswa dan tidak akan memberikan data itu apabila pemaparan data rahasia itu dapat membahayakan profesi dosen, mahasiswa, dan masayarakat serta unsur yang terkait dengan kemanusiaan.
- Dosen menghindari segala bentuk interaksi dengan mahasiswa yang dapat menimbulkan hubungan pelanggaran norma sosial dan susila.
Dalam kenyataannya mahasiswa merupakan pihak yang lemah dan menurut segala perintah dosen. Dalam keluguan dan kelemahan mereka mahasiswa sering terperdaya oleh perilaku, ucapan, dan perbuatan dosen sehingga terjadi hubungan intim yang tidak wajar antara dosen dan mahasiswa. Perilaku seperti ini dilarang oleh norma agama. Dalam membimbing mahasiswa dosen harus menghindari segala situasi yang dapat mengakibatkan hubungan yang tidak baik ini.
Segala pelanggaran terhadap etika akademik berhadapan dengan sanksi hukum yang ditetapkan oleh pemerintah atau sanksi dari masyarakat. Yang amat penting di dalam penguatkuasaan etika akademik adalah kesadaran moral para pelaksana kegiatan akademik: dosen, mahasiswa dan staf administrasi. Sanksi pelanggaran etika akademik dapat berupa sanksi administrasi, pencabutan hak melakukan kegiatan akademik sampai kepada pemecatan dosen dari STBA Harapan. Fungsi, tugas, kewajiban, dan tanggung jawab dosen STBA sesuai dengan Tridharma PT didasarkan pada etika akademik. Etika akademik merupakan dasar bagi para dosen, mahasiswa, dan staf administrasi untuk berinteraksi secara produktif dan dinamis di STBA Harapan.



Rujukan
Bertens, K. 1994. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sonhaji, K. H. A. 1996. Profesionalisasi dalam Pengelolaan Pendidikan. Makalah disajikan dalam Konvensi Nasional Pendidkan Nasional III di Ujungpandang, 4—7 Maret 1996.
Susanto, S., Suwito, dan Djojodagdo, S. 1996.
Profesinalisasi dalam Pengelolaan Pendidikan di Perguruan Tinggi. Makalah disajikan dalam Konvensi Nasional Pendidkan Nasional III di Ujungpandang, 4—7 Maret 1996.
Zubair, Achmad Chariris. 1987. Kuliah Etika. Jakarta: Rajawali Pers.

Amrin Saragih, PhD, MA, DTEFL, Drs.
Dosen STBA Harapan
Kata Kunci: etika akademik

Baca Selengkapnya...

Saturday, June 28, 2008

ETIKA PROFESI sebagai PENGAJAR

Suatu pemikiran ke arah pengembangan profesionalisme
staf pengajar (dosen)



Abstrak

Etika Profesi Pengajar pada hakekatnya adalah perumusan dan pelaksanaan cara mengajar yang baik serta pelaksanaannya sesuai dengan perilaku yang baik di masyarakat. Namun demikian untuk menjadikan mengajar sebagai suatu profesi masih memerlukan pemikiran yang lebih mendalam. Makalah ini mencoba mengetengahkan pemikiran mengenai hal yang perlu diperhatikan dalam mencari dan menentukan ukuran yang akan dipakai dalam merumuskan pengajar yang profesional yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Serta urun saran pemikiran yang dapat dipakai sebagai masukan untuk pengajaran seni rupa.

1. Pendahuluan
Makalah ini bermaksud memberikan gambaran mengenai mengajar yang baik sesuai dengan harapan pengajar dan mahasiswa serta ukuran yang bagaimana yang dapat dipakai sebagai acuan serta perilaku yang mana yang dianggap sebagai penyimpangan. Di samping itu juga ingin mengetengahkan siapa yang sebaiknya bertindak sebagai individu yang berwenang membetulkan jika seseorang dianggap menyimpang dari ukuran yang telah ditentukan.

Staf pengajar merupakan unsur yang penting dalam menciptakan pendidikan yang berkualitas. Keberhasilan suatu perguruan tinggi di antaranya tergantung dari keterampilan staf pengajar dalam mendorong mahasiswa untuk belajar. Namun untuk sampai pada ukuran mengajar yang profesional perlu dikaji beberapa hal yang berkaitan dengan proses mengajar.

Profesi sebagai pengajar masih memerlukan pengembangan lebih lanjut, walaupun selama ini salah satu syarat yang digariskan pemerintah bahwa staf pengajar di Perguruan Tinggi harus memiliki (minimal) pendidikan S-2. Selain itu apabila sampai pada pengembangan staf pengajar, karena satu dan lain hal, maka yang pertama yang ditingkatkan adalah kelanjutan bidang ilmu yang dimiliki oleh staf pengajar tersebut, umpamanya dengan mengirimkannya ke pendidikan S-2 sesuai dengan bidang ilmunya. Sangat jarang yang sengaja dididik dalam keilmuan Pendidikan Tinggi (Higher Education), sedangkan profesi pengajar untuk pendidikan tinggi dituntut selain untuk mengembangkan keahlian di bidang ilmunya juga dituntut mengembangkan keahlian mengajarkan ilmunya tadi.


a. Latar Belakang
Masih terdapat anggapan di masyarakat bahwa siapapun dapat mengajar sehingga tidak merasa perlu untuk mendalami ilmu mengajar. Hal ini ada benarnya bagi mereka yang dapat mengajar dengan sendirinya tanpa mempelajarinya, tapi tidak jarang individu yang tidak dapat mengajar namun karena satu dan lain hal dituntut untuk mengajar. Selain itu sejauh mana pemahaman yang diajar/murid dipedulikan, apakah yang diajarkan itu difahami ataukah hanya sebatas selesai apa yang seharusnya diajarkan saja, selain itu sesuaikah yang diajarkan itu dengan tujuan yang ingin dicapai. Namun hal yang demikian tidak dapat dikatagorikan dalam mengajar ataupun pengajar yang profesional.

Hal lain yang perlu dikemukakan dalam kaitannya dengan apa yang dikatakan profesional karena tidak ada satupun cara mengajar yang dapat dipergunakan dalam setiap situasi mengajar, “unique” karena itu dosen perlu menentukan cara mana yang tepat untuk dirinya dan cara belajar mahasiswa serta tujuan yang ingin dicapainya. Seperti dikemukakan oleh Braskamp & Ory, (1994, p.131), faculty thus need and crave “specific, diagnostic, descriptive information”. Untuk hal ini lebih lanjut dikemukakan bahwa mengajar itu dapat dipelajari apabila ada kemauan dari staf pengajar. Hal ini sesuai dengan tuntutan bahwa salah satu dari kesiapan pengajar itu adalah belajar. Hal ini juga dikemukakan jug oleh Richlin &Manning, (1995, p.1), ... about their teaching and their students’ learning: they need to learn what works in teaching specific subjects, parts of a specifics discipline, to their own students, at specific times.
Namun demikian karena mengajar itu selalu berkaitan dengan tujuan dari suatu organisasi maka mengajar itu harus dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian maka memerlukan suatu patokan/pedoman dalam penyelenggaraannya sehingga dapat dinilai dan dipertanggungjawabkan. Seperti dikemukakan oleh Richlin & Manning, (1995, p. 3.), ...To be accurate as possible, it is necessary to base evaluation on many different standpoints.

Untuk menentukan ukuran mana yang akan dipergunakan, maka perlu dikaji lebih dulu karena berdasarkan pengamatan belum adanya kesepakatan dalam bagaimana menentukan cara mengajar yang sebaiknya dilakukan dalam bidang ilmu tertentu.

Dari hal yang telah diuraikan diatas maka perlu suatu pengkajian tentang pengajar yang profesional serta kaitannya dengan ilmu yang harus diajarkan untuk selanjutnya dirumuskan mengenai etika pengajar -yang disusun dalam apa yang disebut kode etik-, untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk.

b. Dasar Pemikiran
Untuk mengerjakan suatu pekerjaan yang profesional diperlukan pengenalan terhadap profesinya. Pengajar juga sebaiknya mengetahui bagaimana mengajar yang seharusnya.

Menurut pengamatan tidak sedikit pengajar/dosen yang datang untuk mengajar tidak melakukan persiapan, malah ada yang hanya bertanya kepada mahasiswanya tentang pelajarannya yang telah diajarkannya. Di lain pihak ada pula pengajar yang hanya memberikan sejumlah bahan ajar dengan tidak mengindahkan apakah bahan itu dapat difahami mahasiswanya atau tidak, yang penting bahan ajar selesai diberikan. Di samping itu terdapat pula pengajar yang hanya mementingkan ilmu pengetahuannya, (beberapa pengajar yang dalam waktu tertentu mendapatkan ilmu tambahan, karena sedang melanjutkan di S-2), kemudian memberikan ilmunya tadi ke mahasiswa dengan tidak memikirkan apakah ilmu itu sesuai untuk diberikan atau tidak. Selain itu ada pula pengajar yang menganggap dirinya paling pandai serta sebagai sumber kekuasaan, sehingga apa yang dikatakannya itu adalah benar dan mahasiswa harus mematuhinya. Kenyataannya ilmu pengetahuan itu berkembang dan sumber informasipun berkembang sehingga pengajar bukan satu-satunya sumber informasi.

Ada beberapa usaha yang telah dilaksanakan untuk peningkatan kualitas mengajar, namun belum dilaksanakan dan dipergunakan sebagaimana mestinya, seperti: pelatihan penyusunan Satuan Acara Perkuliahan, beberapa macam metodologi pengajaran, ataupun pemantauan kehadiran mengajar.
Hal lain yang menjadi bahan pemikiran yaitu belum adanya kesepakatan yang jelas apa yang harus dikerjakan dalam mengajar di bidang ilmu masing - masing karena belum adanya pembakuan untuk menilai bahwa seseorang telah mengajar dengan baik. Namun demikian ada bahan acuan bagaimana mengajar yang baik namun masih harus disempurnakan, disesuaikan dengan tujuan institusional sebagai acuan pelaksanaan visi dan misinya.

Bertitik tolak dari bahan pemikiran inilah dapat disusun suatu kode etik yang sesuai dengan profesi pengajar sehingga menjadikan mengajar sebagai suatu kebanggaan dalam menjalankan tugasnya.

2. Etika dan Profesi
Etika - beasal dari kata Ethic dengan batasan yang bervariasi tergantung dari konteks yang ingin dibahas, namun demikian dapat dikemukakan beberapa batasan yang ada kaitannya dengan perilaku individu dalam satu organisasi yang menuntut untuk dilaksanakannya etika tertentu, seperti diuraikan dalam penjelasan berikut. Pengertian sebagai diutarakan oleh Hornby dalam Oxford Advaced Learner’s Dictionary of Current English (1985), “… system of moral principles, rules of conduct’. Selain itu dikemukakan pula oleh Morehead (1985), “…ethics, n. morals, morality, rules of conduct”. Lebih jauh dikemukakan oleh Morehead bahwa etika ini erat kaitannya dengan kewajiban dan tanggung jawab seseorang. Page & Thomas (1979) mengemukakan bahwa ethics, branch of philosophy concerned with morals and the distinction between good and evil. Kreitner & Kinicki (1998) mengemukakan bahwa : ethics involves the study of moral issues and choices. It concerned with right and wrong, good versus bad and the many shades of gray in supposedly black-and white issues.

Lebih jauh diuraikan dalam kaitannya dengan perilaku yang etis menyangkut seluruh perilaku baik di dalam ataupun di luar pekerjaannya. Selain itu diuraikan pula bahwa etika ini dalam suatu organisasi sebaiknya diuraikan dalam apa yang disebut “Ethical Codes”, sehingga jelas apa yang patut dilakukan oleh seluruh anggota organisasi. Kaitannya dengan perilaku dalam organisasi diuraikan pula oleh Luthans (1995), ethics involves moral issues and choices and deals with right and wrong behavior. Selanjutnya diuraikan bahwa etika ini dipengaruhi pula oleh budaya dari organisasi, kode etik, panutan dari pimpinan, kebijakan organisasi serta kenyataan yang berlaku di dalam organisasi.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa etika itu berkaitan dengan baik buruknya perilaku seseorang, serta sejauh mana kode etik diperhatikan oleh individu baik di dalam ataupun di luar lingkungan pekerjaanya.

Profesi dan profesional, profesi berasal dari kata profession, serta profesional berasal dari kata professional, yang mempunyai batasan bervariasi tergantung dari konteks yang ingin diungkapakan. Hornby memberikan batasan tentang: profession, n. occupation, esp one requiring advanced education and special training, eg the law, architecture, medicine, accountancy; … professional adj 1. of a profesion (1): ~ skill; ~ etiquette, the special conventions, form of politeness, etc asociated with a certain pofession: ~ men, eg doctors, lawyers. 2. Doing or practising something as a full time occupation or to make a living.

Batasan yang lain mengenai profesi dan professional diberikan oleh Page&Thomas (1979), seperti kutipan dibawah: … profession, evaluative term describing the most prestigious occupations which may be termed professions if they carry out an essential social service, are founded on systematic knowledge, require lengthy academic and practical training, have high autonomy, a code of ethics, and generate in-service growth. Teaching should be judged as a profession on these criteria.

Dari batasan di atas maka dapat dikatakan bahwa etika profesi itu berkaitan dengan baik dan buruknya tingkah laku individu dalam suatu pekerjaan, yang telah diatur dalam kode etik.

3. Pengajar dan Mengajar
Pengajar dan mengajar adalah dua istilah yang sulit untuk dipisahkan. Umpamanya dikatakan bahwa ia adalah guru yang baik apakah individu itu mempunyai karakteristik mengajar yang baik ataukah bertingkah laku yang patut diteladani. Mengajar adalah kata kerja yang biasanya dipakai dalam proses terselenggaranya kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok individu yang belajar, sedangkan pengajar adalah individu yang mendorong melakukan kegiatan tersebut, dimana keduanya bergabung untuk mencapai suatu tujuan biasanya di perguruan tinggi disebut dosen. Namun demikian pada umumnya pengajar yang baik biasanya dapat mengajar dengan baik.

Mengajar itu tidak hanya apa yang terjadi di dalam kelas tapi juga persiapan yang dilakukan sebelumnya dan penilaian yang dilakukan sesudahnya. Oleh sebab itu yang tercakup dalam mengajar yaitu persiapan dan juga penyampaiannya, memberikan fasilitas, ceramah, membimbing, mengarahkan dan kadang - kadang mendorong. Mengajar yang baik termasuk semuanya yang telah disebutkan tadi yang dikerjakan secara sungguh -sungguh. Kesungguhan ini tidak saja sebagai kesungguhan yang umum, tapi lebih bersifat pribadi.

Di peguruan tinggi, karena peserta didiknya adalah individu yang dewasa, maka mengajar di sini mempunyai tuntutan yang khusus. Tuntutan mengajar di perguruan tinggi kemudian berubah artinya dari “teaching” menjadi “scholar”. Prosesnya bukan lagi hanya memberikan sejumlah informasi tapi “sharing the exitement of learning” (Spees, 1989). Lebih jauh Spees menguraikan:
“ … The good teacher, then, is a scholar… A scholar is both - a person who is learned in a dicipline and one who is continuing to learn, continuing to grow. Too often the term scholar is reserved for the emeritius professor and/or connotes attainment rather than continuing efforts. The good teacher is never satisfied with yesterday’s or even today’s efforts. These are but what has been done. The good teacher constanly continnues to grow in both the discipline and in the art of teaching that discipline…”.

Dari kutipan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mengajar itu tidak hanya mengajar orang lain tetapi juga mengajar diri sendiri, dalam arti bahwa pengajar juga turut belajar.
Banyak batasan yang dapat dikutip mengenai mengajar, namun Spees (1989) menjelaskan bahwa :
“…The good teacher is the scholar - teacher bounded by intentionality…. First, it means that in order to teach the person must have a teaching field - an academic discipline, a base of knowledge. The teacher must have information, knowledge, data.
Second, the teacher must have a desire to share these. Third, the teacher must have a commitment to learning. This commitment is twofold. It is a commitment to personal learning and a commitment to other’s learning”.

Pengertian tersebut dapat disimpulkan yaitu:

  • Agar dapat mengajar maka dosen harus mempunyai pengetahuan/ilmu yang akan diajarkan, biasanya disiplin ilmu yang sesuai dengan keahliannya.
  • Dosen harus mempunyai itikad akan membagi ilmunya dengan yang lain.
  • Dosen juga harus mempunyai komitmen bahwa ia juga akan belajar. Komitmen ini bemata ganda, yaitu belajar untuk dirinya sendiri dan untuk orang lain. Yang dimaksud dengan “learning” untuk dosen mencakup belajar tentang ilmunya, belajar tentang mahasiswanya masa kini serta mempelajari dirinya sendiri. Dalam arti bahwa apabila ia merasa bahwa cara ia mengajar tidak memadai maka akan berusaha untuk memperbaikinya.

Lebih jauh diuraikan bahwa guru yang baik itu tidak pernah dalam keadaan “bad faith”, dalam arti bahwa individu akan lari dari tanggung jawab dan membohongi dirinya sendiri.

Tidak ada satupun cara mengajar yang dapat diterapkan ke seluruh situasi mengajar karena begitu banyak cara mengajar. Istilah cara mengajar yang baikpun tidak dapat dikatakan baik untuk semua matakuliah. Selalu harus disertai “baik untuk apa” dan “baik untuk siapa” serta “bagaimana pelaksanaanya”.

Oleh sebab itu “cara mengajar yang baik” itu dapat diartikan cara mengajar yang tepat untuk tujuan tertentu dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi kelas. Cara mengajar itu adalah suatu proses yang melibatkan dosen dan mahasiswa yang akan bekerja sama menciptakan lingungan belajar, temasuk nilai dan keyakinan yang akan membentuk pandangan tertentu tentang kenyataan.

Tidak dapat dibatasi hanya mengenal satu cara mengajar yang baik karena tidak satupun model yang dapat memenuhi semua macam cara belajar. Banyak cara belajar memerlukan banyak macam cara mengajar. Namun demikian biarpun tidak semua dosen mampu melaksanakan mengajar yang seperti diuraikan di atas, tapi dosen itu dapat mengupayakan agar proses mengajar menjadi suatu proses yang menyenangkan baik bagi dosen ataupun mahasiswanya serta dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan.

4. Profesionalisme Pengajar
Hal penting yang harus diperhatikan dalam profesionalisme staf pengajar adalah diusahakan agar mereka merasa bangga akan profesinya sebagai pengajar. Walaupun kadang-kadang pekerjaan mengajar ini tidak dapat penghargaan yang sebagimana mestinya. Masih banyak yang beranggapan bahwa mengajar itu dapat dikerjakan oleh siapa saja. Mungkin anggapan ini ada benarnya dalam beberapa hal, namun mengajar yang bagaimana yang mereka lakukan. Adakah mereka mengindahkan tujuan yang ingin dicapai?
Apakah mereka juga memikirkan mahasiswa yang harus didorong untuk mau belajar? Ataukah sekedar berdiri di depan kelas dan membicarakan sesuatu? Antara lain hal semacam inilah yang sebaiknya difahami oleh pengajar, sehingga diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tujuan institusi.

Secara umum mengajar yang baik itu memerlukan ilmu dasar untuk mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan bidang ilmu/keahlian individu. Yang diuraikan dalam makalah ini adalah mengajar secara umum, sedangkan keterampilan mengajar yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan keahliannya sebaiknya dibahas di masing-masing bidang profesi. Contohnya : Ikatan Sarjana Ekonomi (ISEI) dapat merencanakan, melaksanakan dan mengevalusi pengembangan profesi staf pengajar ilmu eonomi, atau Persatuan Insinyur Indonesia (PII) untuk ilmu teknik, dsb.

Dalam hal ini perlu difikirkan ilmu dasar yang mana yang diperlukan sebagai dasar untuk mengajar agar mengajar dapat dikatagorikan dalam suatu profesi, menurut Shulman (Eric Digest, 1991): the professionalization of teaching depend on showing that teaching, like other learned professions, requires mastery of specialized body of knowledge that applied with wisdom and ethical concern. Lebih jauh ia mengemukakan: the knowledge base is a framework that consists of several different types of knowledge, including statement about valued ends and the methods used in evaluating or justifiying them.

Selain itu diuraikan oleh Office of Educational Research and Improvement (1991), untuk mendapatkan status profesional memerlukan ilmu sebagai ukuran/standar, pertanyaan tentang ilmu yang mana yang tepat untuk satu bidang profesi, perlu dipertimbangkan secara cermat oleh masyarakat profesi, tentang: (1) the types of knowledge required and relationship among categories identified, (2) conceptual frameworks for organizing and using knowledge and (3) the modes of inquiry used in creating and validating knowledge claims in the field. Hal ini berarti bahwa proses dalam menetapkan ilmu dasar adalah berkaitan dengan masyarakat, seperti kerangka konsep, serta norma untuk pertimbangan mereka dan diciptakan serta diciptakan kembali setelah penyesuaian dan pengembangan oleh masyarakat. Perubahan terjadi dengan wawasan dan penilaian melalui usaha bersama dari seluruh masyarakat. Walaupun biasanya pemimpin masyarakat memulai proses ini, tapi selalu mencari pengertian timbal balik di masyarakat. Sebagai implikasinya terhadap pendidikan dosen/pengajar dan pengajaran di perguruan tinggi perlu difikirkan lebih jauh karena memerlukan pendidikan yang lebih terarah tentang pendidikan tinggi untuk merumuskan ilmu dasar yang dipakai.

Ilmu dasar mana yang akan dipakai sebagai ukuran profesionalitas seorang pengajar tergantung dari kegiatan apa yang seharusnya dilakukan dalam mengajar. Pelaksanaan kegiatan itulah yang akan dipakai sebagai ukuran untuk menilai cara mengajar seseorang yang kemudian akan diukur dan dijadikan tolok ukur (standar) dalam penilaian profesi mengajar. Rumusan dari tolok ukur ini akan diperlukan untuk menilai sejauh mana pengajar itu memenuhi pemahaman ilmu dasar dan untuk pemberian sertifikat kepada mereka yang telah memenuhi standar tersebut. The National Board for Profesional Teaching Standards (1998) menjelaskan, badan ini mengidentifikasi dan menemukan bahwa pengajar yang efekif akan mendorong mahasiswa untuk belajar dan memperlihatkan sebagai seorang individu yang memahami ilmu pengetahuan tentang mengajar yang mendalam, terampil, berkemampuan dan menjalankan semua tugasnya sebagai pengajar dengan baik diperlihatkan dalam lima usulan seperti kutipan dibawah ini :
  • Teachers are commited to sudents and their learning.
  • Teachers know the subjects they teach and how to teach those subjects to students.
  • Teachers are responsible for managing and monitoring students learning
  • Teachers think sysematically about their practice and learn from experience.
  • Teachers are members of learning communities.

Lebih jauh diuraikan, bahwa :
  1. Pengajar yang berhasil adalah mereka yang dapat menyampaikan keahliannya untuk semua mahasiswanya. Kegiatannya berdasarkan keyakinan bahwa semua mahasiswa dapat belajar. Dia akan memperlakukan mahasiswanya sama, namun mengetahui perbedaan mahasiswanya satu dengan yang lainnya, sehingga dapat memperlakukan mereka sama berdasarkan perbedaan yang telah diketahuinya. Dia akan menyesuaikan kegiatannya berdasarkan observasi serta tentang pengetahuannya akan minat, kecakapan, kemampuan, ketrampilan, ilmu pengetahuan, limgkungan keluarga serta huungan satu sama lainnya diantara sesama mahasiswa. Pengaar yang berhasil akan memahami bagaimana mahasiswa berkembang dan belajar. Dia akan mempergunakan teori kognisi dan intelegensi dalam kegiatannya. Dia sadar bahwa mahasiswanya akan berperilaku sesuai dengan kontek yang dipengaruhi budaya. Dia akan mengembangkan kemampuan kognitif dan menghormati cara mahasiswa belajar. Yang sangat penting adalah mendorong self-esteem, motivasi, karakteristik, bertanggung terhadap masyarakat, respek terhadap perbedaan individu, budaya, kepercayaan dan ras dari mahasiswanya.
  2. Pengajar yang berhasil sangat memahami bidang ilmu keahlian yang akan diajarkannya dan menghargai bagaimana pengetahuan tersebut diciptakan, diorganisasikan, dihubungkan dengan ilmu pengetahuan lainnya serta diterapkan dalam dunia nyata. Dengan tidak melupakan kebijaksanaan dari budaya dan disipln ilmu, serta mengembangkan kemampuan menganalisa dari mahasiswanya. Pengajar yang berhasil akan mengetahui bagaimana cara menyampaikan ilmu keahliannya kepada mahasiswa. Mereka akan tahu mana yang sulit diterima oleh mahasiswa, sehingga akan menyampaikannya dengan cara yang dapat diterima. Cara mereka mengajar akan memungkinkan bahan ajar diterima mahasiswa dengan baik karena mempunyai srategi mengajar yang telah dikembangkannya sesuai dengan kebutuhan mahasiswa yang bervariasi untuk memecahkan massalah yang sesuai dengan kemampuan mahasiswa.
  3. c. Pengajar yang berhasil, akan menciptakan, memperkaya, memelihara dan menyesuaikan cara mengajarnya untuk menarik dan memelihara minat mahasiswa dalam mempergunakan waktu mengajar sehingga mengajarnya efektif. Mereka juga akan memberikan pertolongan dalam proses belajar dan mengajar kepada mahasiswa dan teman sejawatnya. Pengajar yang berhasil akan tahu cara mana yang tepat yang dapat dilakssanakan sesuai dengan kebutuhan. Mereka juga akan tahu bagaimana mengatur mahasiswa agar dapat mencapai tujuan mengajar yang diinginkan serta mereka akan tahu mengarahkan mahasiswa untuk sampai pada lingkungan belajar yang menyenangkan. Mereka memahami bagaimana memotivasi mahasiswa termasuk bagaimana cara mengatasi apabila mahasiswa menemui kegagalan. Pengajar yang berhasil akan juga memahami kemajuan mahasiswa dalam belajar baik secara perorangan ataupun secara umum dalam kelasnya. Memahami bermacam-macam cara evaluasi untuk mengetahui perkembangan mahasiswa serta bagaimana mengkomunikasikan keberhasilan ataupun kegagalan mahasiswa kepada orang tua mahasiswa.
  4. Pengajar yang berhasil, adalah model dari hasil pendidikan yang akan dijadikan contoh oleh mahasiswanya, baik keberhasilan dari ilmu pengetahuannya ataupun cara mengajarnya. Seperti, keingintahuannya, kejujurannya, keramahannya, keterbukaannnya, mau berkorban dalam mengembangkan mahasiswa ataupun hal lain yang berkaitan dengan karakteristik pengajar yang lainnya. Pengajar yang berhasil akan memanfaatkan ilmu tentang perkembangan individu, keahlian dalam bidang ilmu dan mengajarnya, serta tentang mahasiswanya dalam penilaian dan kepercayaannya bahwa cara inilah yang terbaik untuk dilakukann dalam proses mengajar. Untuk keberhasilan proses mengajarnya dosen/pengajar yang berhasil akan selalu memikirkan dan mengembangkan keberhasilan cara mengajarnya serta selalu menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan teori, ide, ataupun faktanya.
  5. Pengajar yang berhasil, akan berkontribusi serta bekerja sama dengan teman sejawatnya tentang seluruh kegiatan yang berkaitan dengan proses belajar dan mengajar, seperti : pengembangan kurikulum, pengembangan staf lainnya selain pengajar, ataupn kebijakan lainnya dari seluruh institusi pendidikan. Mereka akan menilai perkembangan institusinya serta sumber lain yang tersedia dalam menunjang perkembangan pendidikan sesuai kebutuhan masing-masing. Pengajar yang berhasil selalu mendapatkan cara yang terbaik dalam berhubungan degan teman sejawatnya untuk produktivitas hasil pendidikan secara menyeluruh.
Dari kelima aspek inilah kemudian akan dikembangkan untuk dirumuskan tentang apa yang sebaiknya dilaksanakan oleh pengajar yang dapat dikatagorikan berhasil untuk kemudian disusun sebuah tolok ukur (standar).
Salah satu model yang dapat dipakai sebagai acuan dari pekerjaan sebagai pengajar seperti kutipan dibawah ini (Nana, 1997).
Pengembangan model pendidikan profesional tenaga kependidikan (PPS, 1990), sepuluh ciri suatu profesi :
  1. Memiliki fungsi dan signifikasi sosial
  2. Memiliki keahlian/keterampilan tertentu
  3. Keahlian/keterampilan diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah
  4. Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas
  5. Diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama
  6. Aplikasi dan sosialisasi nilai- nilai profesional
  7. Memiliki kode etik
  8. Kebebasan untuk memberikan judgement dalam memecahkan masalah dalam lingkup kerjanya
  9. Memiliki tanggung jawab profesional dan otonomi
  10. Ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan profesinya.

Lebih jauh diuraikan bahwa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1980 (Nana, 1996) telah merumuskan kemampuan - kemampuan yang harus dimiliki guru dan mengelompokkannya atas tiga dimensi umum kemampuan, yaitu:
(1) Kemampuan profesional, yang mencakup:
  • Penguasaan materi pelajaran, mencakup bahan yang diajarkan dan dasar keilmuan dari bahan pelajaran tersebut.
  • Penguasaan landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan
  • Penguasaan proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran.
(2) Kemampuan sosial, yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan tuntutan kerja dan lingkungan sekitar.
(3) Kemampuan personal yang mencakup :
  • Penampilan sikap yang positif tehadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan.
  • Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogiyanya dimiliki guru.
  • Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai anutan dan teladan bagi para siswanya.
Selanjutnya Depdikbud merinci ketiga kelompok kemampuan tersebut menjadi 10 kemampuan dasar, yaitu :
  1. Penguasaan bahan pelajaran beserta konsep - konsep dasar keilmuannya.
  2. Pengelolaan program belajar - mengajar
  3. Pengelolaan kelas
  4. Penggunaan media dan sumber pembelajaran
  5. Penguasaan landasan - landasan kependidikan
  6. Pengelolaan interaksi belajar-mengajar
  7. Penilaian prestasi siswa
  8. Pengenalan fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan
  9. Pengenalan dan penyelenggaraan administrasi sekolah
  10. Pemahaman prinsip - prinsip dan pemanfaatan hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan peningkatan mutu pengajaran.
Uraian yang dikemukakan Depdikbud ini kelihatannya untuk guru, bukan untuk dosen pendidikan tinggi. Namun demikian dapat dipakai sebagai accuan untuk mengkaji sifat - sifat yang ingin dirinci untuk pengajar dari perguruan tingi, karena sejauh ini belum ada ukuran untuk Indonesia yang berkaitan dengan profesionalisme dalam mengajar yang sudah baku, sehingga banyak di antara pekerja dari profesi lain juga melakukan menggajar.

Dengan demikian etika profesi pengajar sangat tergantung dari para pengajar sendiri, apakah menjadi kebanggaan sebagai pengajar ataukah hanya merupakan satu pekerjaan yang dapat dikerjakannya. Untuk hal ini maka urun saran selanjutnya akan disesuaikan dengan pengkajian pengajaran ilmu seni rupa yang sesuai dengan visi, misi dan tujuan institusional.


5. Penutup

Sebagai penutup dapat disimpulkan bahwa :
  1. Etika Profesi pengajar berkaitan dengan baik dan buruk perilaku pengajar baik itu dilingkungan institusi pendidikan ataupun dalam kehidupannya sehari - hari.
  2. Dalam menentukan baik-buruk ini perlu disusun Kode Etik, yang berfungsi juga sebagai salah satu ciri profesional.
  3. Pekerjaan yang dapat dikatakan profesional sangat tergantung dari pandangan individu yang menjalaninya, dan kebanggaan profesional hanya dapat diciptakan oleh mereka yang berkaitan langsung.
  4. Untuk menyusun kode etik dapat diturunkan dari pesyaratan profesi, serta hanya dapat disusun oleh mereka dari lingkungan pekerjaan yang bersangkutan.





Disusun Oleh :
AKHMAD RIDHA
Sumber Bahan oleh:
Dr. Popon Sjarif Arifin, M.Pd.
Dosen Tetap Universitas Trisakti Jakarta.
dan bekerja di STISI Bandung.

Baca Selengkapnya...

Friday, June 27, 2008

KEJAHATAN INTERNET, TINJAUAN HUKUM PRO DAN KONTRA

Dewasa ini kemajuan teknologi informasi semakin linear dengan kehidupan sehari-hari kita. Cyberspace yang merupakan konvergensi telematika (telekomunikasi, media dan informatika) telah membuka paradigma baru cara berpikir dan beraktifitas masyarakat madani kita dalam era informasi. Hal ini mau tidak mau akan mendorong adanya percepatan pertumbuhan semua aspek menuju tatanan global serba otomat dan serba modern.

Informasi is the lifeblood that sustains political, social, and business decision.Informasi menjadi aliran darah kehidupan manusia, peryataan yang digambarkan dalam buku Toward a Law of Global Communication Networks ini tidaklah berlebihan pada saat ini.Secara sepintas kita sepakat adanya internet memanjakan kehidupan kita.Bagaimana tidak, internet telah mempersempit permukaan bumi yang begitu luas, Internet telah mengefisienkan waktu kita yang terbatas, sekaligus memberikan hiburan untuk menetralisir kesumpekan dan kejenuhan.

Seiring dengan perkembangannya banyak didapati ketidak tepatan sasaran yang hendak dicapai, bagaimanapun diantara begitu banyaknya user yang online pada dunia maya ini tidak seluruhnya mempunyai niat baik sewaktu menggunakan media internet. Misalnya ada 1 milyar pemakai diseluruh dunia, dan angka kegagalan 3,5% (hacker,cracker dan carder) maka akan terdapat 35.000.000 user nakal yang akan membuat cyber crime. Indonesia menurut data IDC tahun 2000 untuk tingkat adopsi internet baru mencapai 0,11%, lebih rendah dari Taiwan yang mencapai 33,4% dan Korea Selatan 36,7%. Namun dalam dunia cyber crime di tingkat Asia menurut data Interpol, Indonesialah yang menempati urutan pertama dalam tingkat pelanggaran baik pidana maupun perdata.

Realitanya dikalangan mahasiswa dan pelajar yang notabene adalah kaum ilmiah pelanggaran ini sudah membudaya dan merupakan suatu perlombaan adu gengsi diantara mereka.Untuk menjadi hacker memang tidak diperlukan keahlian khusus yang amat sulit, cobalah kunjungi warnet-warnet yang menjamur sekarang ini. Kalau anda jeli maka akan dengan mudah mendapatkan nomor-nomor credit card kepunyaan seseorang (dari luar negeri maupun dalam negeri) beserta data-data lainnya yang dapat anda gunakan untuk membeli barang atau jasa secara absah. Yang penting barang/jasa yang dibeli sampai ditangan.Bahkan sampai nomor-nomor ATM dari kelompok mahasiswa suatu PTS di Yogyakarta beserta nomor PINnya pernah dijumpai beredar di warnet-warnet. Bayangkan saja apabila ATM itu secara tidak sah di access lewat I-bank atau cara lainnya untuk dihabiskan atau di transfer. Betapa mengerikan!.

Cyber Crime

Kejahatan di dunia maya (baca:Internet) telah membuat dunia hukum seperti kebakaran jenggot, bahkan terkesan hukum selalu tertinggal selangkah dengan kemajuan telematika ini. Khususnya di Indonesia saat ini faktanya memang belum ada aturan khusus yang mengatur telematika. Walaupun kita tetap angkat topi untuk rekan-rekan dari dunia kampus yang telah memberikan masukan dengan penyusunan draft RUU tentang Teknologi Informasi. Entah kenapa Undang-undang yang definitif sampai saat ini belum direlisasikan.

Persoalan kejahatan komputer sebagaimana telah didefinisikan oleh Departemen Kehakiman AS, Organization of European Community Development (OECD) dan National Police Agency (NPA) serta seorang ahli Jerman (Sieber) pada dasarnya mengandung unsur-unsur :

  1. pelanggaran tidak sah dan penggunaan secara tidak sah (unauthorized access and unauthorized use);
  2. penipuan dan pencurian informasi (fraud and information theft);
  3. pelanggaran-pelanggaran (associated offence);

Berbagai macam pelanggaran dan kejahatan yang ada dalam dunia teknologi informasi khususnya di Indonesia terutama pada kalangan ahli hukum sendiri masih terdapat selisih pandang, mengingat belum adanya Undang-undang yang sah mengaturnya.Oleh karena itu segala bentuk pelanggaran yang ada kemudian dicarikan bentuk aturan pada pasal-pasal hukum positif yang telah ada.Perdebatan-perdebatan diantara ahli hukum dan pengamat hukum tentang masalah kejahatan internet (interconnected network) pada dasarnya dapat dimengerti karena masing-masing pandangan memiliki basic pijakan yang kuat dan rasional.

Pakar pidana Prof.Loebby Loqman dalam kesaksiannya di pengadilan dalam kasus nama domain mustika-ratu.com menegaskan bahwa kita perlu terlebih dahulu menetapkan perbuatan di dunia siber, mana yang termasuk dalam kriminal atau cybercrime dan mana yang tergolong dalam lingkup perdata. Tanpa suatu ketentuan hukum yang berlaku, hakim akan mengalami kesulitan dalam mengambil putusan.

Munculnya pro-kontra mengenai bisa tidaknya hukum positif kita mengatur menganai aktivitas di internet disebabkan dua hal yaitu :

  1. karakteristik aktivitas di internet yang bersifat lintas batas, sehingga tidak lagi tunduk pada batasan-batasan teritorial;
  2. sistem hukum tradisionil yang justru berbasis pada batasan-batasan teritorial dianggap tidak memadai dalam menjawab persoalan-persoalan hukum aktivitas di internet.

Pandangan Kontra

Pengakuan data elektronik sebagai alat bukti di pengadilan Indonesia nampaknya masih dipertanyakan validitasnya.Dalam praktek pengadilan di Indonesia, penggunaan data elektronik sebagai alat bukti yang sah memang belum biasa digunakan. Apa kendalanya ?Masalah pengakuan data elektronik memang menjadi isu yang menarik seiring dengan penggunaan teknologi informasi (internet). Beberapa negara seperti Australia, Chili, China, Jepang, dan Singapura telah memiliki peraturan hukum yang memberikan pengakuan data elektronik sebagai alat bukti yang sah di pengadilan, sedangkan untuk di Indonesia perundangan tentang hal ini baru merupakan wacana untuk direalisasi. Oleh karena itu kemudian berkembang pendapat yang didasari pada das sollen dan das sein.

Pandangan kontra terhadap hukum Indonesia dalam menjerat pelanggaran via internet lebih didasari pada pandangan das sollen ( baca: yang seharusnya). Secara de facto hukum positif kita belum spesifik mengatur.Pertimbangan lainnya adalah didasari aspek Pidana kita.Hukum Acara Pidana Kita belum menenpatkan alat bukti elektronik di dalamnya.Selama ini pihak penegak hukum baru dapat menangkap pelaku tindak criminal setelah person yang diduga melakukan tindak pencurian kartu kredit menerima barang dari biro pengiriman. Padahal bisa saja hal tersebut bukan dilakukannya, sengaja diciptakan sedemikian rupa oleh pihak lain yang mungkin sama sekali tidak diketahui person tersebut. Kalau sudah begini bagaimana unsur pembuktian di depan sidang nanti ?

Golongan kontra ini beralasan bahwa internet laiknya seperti ?surga demokrasi? yang menyajikan wahana bagi adanya lalu lintas ide secara bebas dan terbuka tidak boleh dihalangi dengan aturan yang didasarkan atas sistem hukum tradisional yang bertumpu pada batasan-batasan teritorial.Menurut kelompok ini, internet harus diatur sepenuhnya oleh sistem hukum baru yang berbasiskan norma-norma hukum yang baru juga yang dianggap sesuai dengan karakteristik yang melekat pada dunia siber.

Pandangan Pro

Pandangan kelompok pro sangat bertolak belakang dari paparan di atas dan didasari atas prinsip das sein, dimana penerapan sistem hukum positif yang sudah ada untuk mengatur aktivitas-aktivitas di internet sudah sangat mendesak.Tanpa harus menunggu silang pendapat kaum akademis yang memperdebatkan sistem hukum yang paling tepat untuk mengatur aktivitas di internet.Pertimbangan pragmatis, karena dirasakan bahwa esensi dan efek yang timbul dari internet sudah makin meluas dan tanpa harus menunggu munculnya hukum baru.

Pandangan kelompok ini kurang memperhitungkan realitas dan permasalahan baru yang merupakan diaroma masyarakat informasi yang tidak dapat sepenuhnya mampu dijawab oleh hukum positif saat ini. Hal ini pada gilirannya akan melemahkan atau bahkan mengusangkan konsep-konsep hukum yang sudah mapan seperti kedaulatan dan yurisdiksi. Seperti dikemukakan pengamat hukum multimedia Arif Latifulhayat, kedua pandangan ini kemudian mendasarai pandangan baru yang merupakan konvergensi dari dua asas yang mendasari silang pendapat tersebut.

Pandangan Konvergensi

Kelompok ini lebih akomodatif dalam menyikapi semua aspek yang ditimbulkan dari booming informasi.Dimana hukum siber tetap diperlukan untuk mengatasi permasalahan siber, namun harus dilakukan secara evolusi dan hati-hati dengan menitikberatkan pada aspek kekhasan pada dunia siber. Pendapat ini kiranya cukup moderat dan realistis, mengingat aspek khas dunia siber yang perlu diatur meliputi E-commerce, Trademark/Domain name, Privacy and Security on the Internet, Copyright, Defamation, Dispute Settlement dan Content Regulation serta yang lainnya yang terus akan berkembang seiring dengan perkembangan pada pemanfaatan internet sendiri.

Pada akhirnya permasalahan kejahatan internet memerlukan perhatian khusus dari semua pihak, yang dimungkinkan pada tataran yang sudah established dapat menjembatani berbagai kepentingan diantara masyarakat informasi dengan jaminan kepastian hukum. Pihak akademisi dimungkinkan secara terus menerus memberi input mengenai perkembangan dunia siber dengan berbagai macam solusinya.

Namun yang menjadi pertanyaan besar saat ini dengan kondisi yang belum menentu dalam segi yuridis adalah seberapa jauh kesiapan dan kesigapan aparat penegak hukum dalam upayanya memberantas tindak kejahatan yang semakin hari menunjukkan gejala peningkatan.Aparat kepolisian dan aparat kejaksaan sebagai ujung tombak penengakan hukum terkesan kalah ahli dengan trik-trik aktivitas hacker, carder, dan cracker kita.Dari segi fasilitas sarana prasarana memang masih sangat jauh dari kondisi yang ideal, selain itu kemampuan SDM yang dimiliki juga masih dapat dipertanyakan. Langkah selanjutnya adalah pihak decision maker (baca: hakim) pastilah mengalami hambatan dengan pemaksaan hukum yang ada sementara ini dalam memutuskan perkara-perkara telematika.

Terhadap pelanggaran pidana pencurian credit card saja masih belum sempurna penanggulangannya.Pada kasus-kasus yang diproses di kepolisian hanya mereka yang melakukan pencurian dengan memesan barang dan telah atau sedang menerima barang pesanannya. Bagaimana seandainya pencurian itu dilakukan untuk melakukan download program atau akses pembayaran untuk layanan jenis jasa yang dibayarkan karena telah menikmati situs-situs porno misalnya. Bagaimana pihak penegak dapat membekuk pelakunya, sementara telah menerima laporan kecurian dari pihak empunya credit card. Saya yakin dengan kondisi sistem hukum kita saat ini seandainya tidak disikapi secara bijak, akan membuat timbunan kasus-kasus yang tidak terpecahkan (x-file).

Perkembangan masalah kejahatan di dunia maya ini tidak saja merupakan hal baru tetapi juga sangat fenomenal.Ketiadaan hukum khusus yang mengaturnya membuat para penegak hukum kesulitan menemukan jawaban terhadap berbagai masalah yang ada. Akibatnya bila terjadi konflik, terpaksa harus dicari aturan yang dianggap berkaitan sehingga kesannya dipaksakan, yang pada gilirannya akan sangat berbahaya karena akan menimbulkan ketidakadilan baru di tengah masyarakat. Tempora mutantur, nos et mutamur in illis, bila jaman berubah kitapun harus berubah bersamanya. Kalau tidak kita akn ditelan oleh perubahan itu sendiri.Pembuatan hukum siber dalam menanggulangi cyber crime haruslan didasarkan pada asas kepastian, persamaan, kebebasan siber dan keadilan hukum.

BARA HERNOWO NATALI
(Pengamat Masalah Hukum Teknologi Informasi)

Baca Selengkapnya...

INTERNET DAN PENDIDIKAN



Awal dari milenium baru dan reformasi menjanjikan harapan untuk mempercepat perkembangan sektor pendidikan di Indonesia. Kunci utama yang memicu akan timbulnya harapan baru tersebut berjalan kearah desentralisasi, manajemen berbasis sekolah, dan pemberdayaan sekolah serta masyarakat untuk mempengaruhi hasil (outcomes) sekolah, juga kesatuan tujuan-tujuan dari semua sektor pendidikan.

Dimasa lalu telah dibentuk sistem komunikasi yang efisien dan efektif untuk menyebarkan informasi ke berbagai semua sektor di kalangan pendidikan. Desentralisasi pendidikan akan membutuhkan paradigma dan peran baru untuk administrasi pendidikan. Komponen utama dalam peran baru ini yaitu meliputi ; monitoring yang efisien, pengidentifikasian kebutuhan dan menempatkan sumber daya manusia dan sumber daya yang lain untuk menghadapi kebutuhannya. Pada umumnya masalah-masalah utama pendidikan berdasarkan sistemnya, dan sekarang potensi sumber daya manusia disemua sektor tidak dimanfaatkan secara penuh. Kebanyakkan penelitian dan pengembangan yang dimulai pada masa transisi baru ini seharusnya diarahkan pada pengembangan sitem komunikasi yang memberdayakan beberapa sektor pendidikan untuk membantu pengembangan dan arah masa depan pendidikan di Indonesia.


Sistem komunikasi

Penekanan penting akan memaksimumkan sumber daya manusia disemua sektor, berarti kita akan membutuhkan sisitem komunikasi yang sangat efektif. Apabila kita merespons pada kebutuhan fokus awal seharusnya lebih berdasarkan penerimaan informasi daripada penyebaran informasi. Hal ini hampir memutarbalikan peran jika dibandingkan dengan peran komunikasi administrasi pendidikan yang dulu.

Penelitian mengenai pengembangan sekolah secara jelas menunjukan salah satu cara yang paling efektif bagi sekolah yang ingin berkembang secara mandiri yaitu lewat berbagi (sharing) informasi dan ide-ide. Salah satu dukungan yang terbesar untuk pengembangan pribadi dan profesi kepala sekolah yang memanfaatkan proses pembaharuan yaitu komunikasi yang terbuka dan mendukung melalui forum rutin kepala sekolah. Melalui penyampaian masalah secara kolektif diantara rekan seprofesi sudah menghasilkan solusi yang efektif dan dapat direalisasikan.

Masukan (input) dan kontribusi langsung dari para pemegang peran (stakeholders) yang lain; siswa, orang tua dan anggota masyarakat juga memberikan informasi yang sangat membantu dan meningkatkan dukungan masyarakat bagi pengembangan sekolah. Jika obyektifitas utamanya adalah memaksimalkan pendidikan sumber daya manusia maka hal itu telah meningkatkan hubungan komunikasi kita dengan seluruh sektor lingkungan pendidikan dan para pemegang peran (stakeholders). Lagipula kunci utama untuk meningkatkan komunikasi harus terfokus pada saling berbagi komunikasi terbuka dan meningkatkan kesempatan untuk mendapatkan dukungkan dari segala bidang.

Tanggung jawab sekolah dalam memasuki era globalisasi baru ini yaitu harus menyiapkan siswa untuk menghadapi semua tantangan yang berubah sangat cepat dalam masyarakat kita. Kemampuan untuk berbicara bahasa asing dan kemahiran komputer adalah dua kriteria yang biasa diminta masyarakat untuk memasuki lapangan kerja baik di Indonesia maupun diseluruh dunia. Dan hanya sekitar 20-30 % lulusan sekolah menengah yang melanjutkan ke tingkat pendidikan lebih tinggi, maka dengan adanya komputer yang telah merambah disegala bidang kehidupan manusia hal itu membutuhkan tanggung jawab sangat tinggi bagi sistem pendidikan kita untuk mengembangkan kemampuan berbahasa siswa dan kemahiran komputer ( lihat bagian Pendaluan-Komputer )

Oleh karena adanya prioritas yang tinggi untuk membangun fasilitas komputer diseluruh sekolah-sekolah di Indonesia dan adanya jarak yang cukup jauh antara sekolah provinsi di Indoesia, sepertinya Internet pilihan yang cukup baik untuk mengembangkan komunikasi antar sekolah, Kanwil, Kandep, dan DEPDIKNAS yaitu dapat dilakukan lewat Internet. Beberapa sekolah telah mengambil inisiatif untuk membangun fasilitas mereka sendiri. Berdasarkan langkah yang sudah ada ini, dan membiarkan hal itu berkembang sendiri yaitu tetap konsisten akan kebutuhan belajar siswa kita, maka Internet sebagai strategi yang sesuai untuk menjadi medium komunikasi yang sah.

Internet dalam belajar dan mengajar

Kekayaan akan informasi yang sekarang tersedia di Internet telah lebih mencapai harapan dan bahkan imajinasi dari para penemu system yang pertama. Internet awalnya diciptakan untuk kebutuhan system pertahanan militer supaya dapat didesentralisasikan sehingga dapat mengurangi resiko kerusakkan total, mungkin saja hal inibisa terjadi apabila sistem sentral komputer utama dimusnahkan.

Internet juga dapat didesentralisasikan dan diberdayakan. Dengan menggunakan internet kita dapat mengakses sumber-sumber informasi tanpa batas dan sedang berkembang secara cepat sekali. Kita dapat berkomunikasi secara masing-masing atau secara massa yang dapat dilakukan dimana saja diseluruh dunia hanya dalam waktu beberapa detik saja. Kita dapat menyebarkan (publish) informasi yang bisa di akses dari mana saja di seluruh dunia dalam waktu singkat sekali. Kita dapat berkomunikasi secara langsung (real time) melalui telepon dan unit video processing. Kita bisa melakukan "chat" melalui jaringan gratis "chat" yang sangat luas yaitu mIRC.

Bagi para guru internet menawarkan beberapa kesempatan untuk diraih:

Pengembangan Profesional

(a) Meningkatkan pengetahuan
(b) Berbagi sumber diantara rekan sejawat/ sedepartemen
(c) Bekerjasama dengan guru-guru dari luar negeri
(d) Kesempatan untuk menerbitkan /mengumumkan secra langsung
(e) Mengatur komunikasi secara teratur
(f) Berpatisipasi dalam forum dengan rekan sejawat baik local maupun internasional.

Sumber bahan mengajar :

(a). Mengakses rencana belajar mengajar & metodologi baru
(b). Bahan baku & bahan jadi cocok untuk segala bidang pelajaran
(c). Mengumumkan dan berbagi sumber. Sangat tingginya popularitas / sangat tingginya minat untuk meningkatkan siswa lebih terfokus belajar.

Untuk siswa Internet menawarkan kesempatan untuk;

Belajar sendiri secara cepat :

(a). Meningkatkan pengetahuan
(b). Belajar berinteraktif
(c). Mengembangkan kemampuan di bidang penelitian

Memperkaya diri :

(a). Meningkatkan komunikasi dengan siswa lain
(b). Meningkatkan kepekaan akan permasalahan yang ada diseluruh dunia

Walaupun Internet berpotensi untuk menyampaikan keuntungan-keuntungan tersebut bagi para guru maupun para siswa, pemakaian Internet di kelas hendaknya harus disusun sedemikian rupa dengan belajar mendefisinasikan secara obyektif. Kegiatan siswa juga harus dimonitor dengan baik.

Kenapa?

Seperti mana yang telah dikatakan sebelumnya bahwa Internet itu berisi berbagai macam informasi dan sumber-sumber informasi lain, meskipun didalamnya juga terkandung hal-hal yang tidak berguna dan menghabiskan waktu sehingga mengganggu pelajaran siswa dengan mudahnya. Padahal keikutsertaan dalam kegiatan ini diluar jam belajar siswa, mungkin saja dapat memberi keuntungan bagi pengetahuan mereka atau mengembangkan kemampuan lainnya. Waktu belajar di kelas harus tetap difokuskan pada pelajaran utama. Rencana belajar mengajar yang efektif untuk menggunakn Internet akan memerlukan beberapa kemampuan baru guru untuk dapat lebih mengefektifkan waktu.

Satu dari keuntungan yang sangat potensial dari Internet selain untuk para administrator dan kepentingan sekolah, yaitu mngkin adalah untuk memudahkan pengoleksian lembaran data-data sekolah yangdaat langsung terkirim ketujuannya baik ke perorangan maupun ke masyarakat luas.

Guru, terutama guru bahasa dan guru pelajaran ilmu sosial, dapat mengambil (down-load) berita dan kejadian terkini yang bisa digunakan sebagai bahan mengajar di kelas pada hari yang sama saat itu juga. Semua guru dapat menggunakan Internet baik untuk keperluan pengembangan pribadi maupun secara profesional bekerjasama dalam wilayah regional maupun diseluruh dunia.

Perlengkapan apa saja yang diperlukan untuk dibeli?

Penulis menyarankan sebagai langkah awal membeli satu unit komputer dengan modem didalamnya dan CD ROM drive. Dan komputer ini harus ditempatkan di ruang perpustakaan sekolah sehingga bisa dipergunakan oleh seluruh staf dan para siswa serta harus diawasi pemakaiannya oleh petugas perpustakaan. Petugas perpustakaan ini juga harus dilatih untuk menangani perawatan dan pemeliharaan rutin komputer. Serta mereka juga diberi wewenang khusus untuk mengatur jadwal pemakaian komputer dengan cara sistem memesan tempat.

Biaya : Antara Rp. 3.000.000,- - Rp.5.000.000,- tergantung nilai tukar rupiah.

Apabaila sekolah anda sudah mempunyai laboratorium komputer maka bentuk modem terpisah dapat dibeli dengan harga yang cukup murah untuk mengakses Internet dari laboratorium, tergantung permintaan. Bentuk modem terpisah ini juga dapat disediakan bagi pemakaian di departemen.

Apalagi yang diperlukan?

Pastinya anda membutuhkan Internet Service Provider (ISP). Ini adalah sejenis perusahaan yang menyediakan jasa sambungan/ hubungan ke Internet melalui saluran telepon. Penulis menyarankan sebagai langkah awal, sebaiknya membuka sebuah account siswa sampai mereka tahu berapa menit per bulannya yang mereka perlukan. Cobalah untuk mendaftar USER-NAME ( nama pemakai ) berhubungan dengan nama sekolah anada, contohnya SMK3PALU, karena ini juga dapat digunakan sebagai alamat e-mail anda ( lihat dibawah ). Ada daftar Internet Service Provider dalam petunjuk homepage ini.

Biaya : Antara Rp.50.000,- - Rp.100.000,- per bulan + Biaya pemasangan ringan.

E-mail Account

Biasanya ISP menyediakan paling tidak satu account e-mail dan ini menggunakan "user name" anda, contohnya diambil dari contoh diatas SMK3Palu@Sulawesi.Net. Account ini bisa juga dipakai untuk keperluan resmi sekolah.


E-mail Account Siswa

Penulis menyarankan bahwa siswa-siswa sebaiknya membuka e-mail account pribadi di http://mail.yahoo.com, http://www.hotmail.com, atau salah satu dari sekian banyak e-mail provider gratis yang ada. E-mail account tersebut diatas lebih disukai dari account servis provider karena mereka dapat digunakan secara permanen. Dan ini juga merupakan ide yang baik bagi sekolah-sekolah untuk mempunyai alamat e-mail alternatif, apabila dalam keadaan mendesak mereka mengganti servis provider. Saya akan menyarankan menggunakan Yahoo.com karena mereka memperbolehkan anda untuk POP surat anda, mengirim surat ke alamat lain (forwarding), ataupun membacanya dari situs internet mereka dimana saja ( lebih fleksibel).

Homepage dan Nama Domain

Ada banyak sekali homepage provider gratis. Penulis kira bahwa saat ini yang terbaik adalah http://www.crosswinds.net karena servis yang mereka tawarkan cukup masuk akal dan mereka tidak mempunyai spanduk iklan dari mereka (lihat dibagian cara membuat homepage).

"Domain Name" (alamat khusus di Internet) tidaklah sangat penting terkecuali bila anda adalah organisasi yang mencari keuntungan atau untuk bisnis. Kecuali bila domain name anda mudah untuk diingat seperti "Pendidikan.Net" maka manfaatnya tidak terlalu penting. Apabila anda membuat homepage di Crosswinds.Net maka anda mempunyai alamat (atau URL) seperti htpp://www.croswinds.net/~SMK3Palu. Bila anda mengunjungi homepage link di SLTA.Net atau SLTP.Net maka anda akan menjumpai banyak homepage sekolah yang berlokasi di situs gratis seperti ini. Keuntungan utama dari situs gratis ini adalah tidak dikenakan biaya perawatan dan tidak terkait apapun ISP yang anda pilih .

Telepon dan Pulsa

Seringkali kalau guru atau Kepsek ditanya "sudah punya Internet?" Jawabannya "Belum, pulsa telepon terlalu mahal"

Apakah, kalau sekolah Anda bisa berkomunikasi dengan semua sekolah di Indonesia, dengan Kanwil, Kandep, atau Dikmenum lewat telepon selama lima menit sehari atau kurang masih merasa mahal?. Sebagai contoh, saya download e-mail dari dua provider (Yahoo dan Crosswinds) dari banyak alamat e-mail yang saya punya setiap pagi dan perlu waktu kurang dari lima menit (<5>

Surat-surat tsb dibaca OFF-LINE (tidak sambung ke Internet) dan tidak ada ongkosnya. Surat-surat ini dapat diprint atau dicopy (blok dan copy) ke Word, Wordpad, atau Notepad untuk di bawa ke tempat line (lewat disket).

Tetapi bagaimana kalau kita mau kirim surat atau membalas surat?

Sama juga:

    * 1. Membuat surat dulu di Word atau Notepad atau Wordpad.
    * 2. Buka browser kalau pakai Netscape (klik mail) atau kalau pakai Internet Explorer buka Microsoft Outlook.
    * 3. Buka "New Msg" di Netscape atau "New" di Microsoft Outlook.
    * 4. Mengisi alamat e-mail, subject, dan isinya surat.
    * 5. Kalau lebih dari satu surat mengulang step 3 & 4 sampai semua surat sudah dibuat.
    * 6. Kalau sudah selesai baru sambung ke Internet.
    * 7. Klik "Send" (kirim surat) di semua surat masing-masing (langsung saja).
    * 8. Kalau Anda pakai Microsoft Outlook Anda juga harus klik "Send/Receive" setelahnya.
    * 9. Tunggu sampai semua surat sudah dikirim (biasanya cepat).
    * 10. Kalau di Microsoft Outlook Anda secara automatis menerima surat baru juga kalau ada. Kalau Anda pakai Netscape sebaiknya cek kalau ada surat baru Klik "Get Msg".
    * Matikan sambungan ke Internet.

Kalau Anda pakai sistem ini pulsa telepon tidak akan mahal. Jadi, setiap pagi sambung sebentar saja. Selama waktu itu dapat mengirim surat-surat yang sudah disediakan siang hari sebelumnya dan menerima surat yang baru.

Bagaimana dengan Searching the Internet?

Terus-terang, kalau siswa/i memakai Internet di dalam waktu belajar, gurunya harus sangat berpengalaman untuk menggunakan waktu dengan hemat agar menghasilkan pelajaran yang baik. Mungkin Internet bisa dipakai dengan cara ini setelah guru-guru sudah cukup berpengalaman. Saya pernah memakai Internet untuk mengajar tetapi tujuan pelajaran dan kegiatan siswa/i harus jelas dan dimonitor terus.

Untuk guru Internet juga bisa menghabiskan banyak waktu dan uang kalau kita tidak membuat sistem yang baik dari awalnya. Maksud saya, daripada semua guru cari informasi yang sama dan menghabiskan waktu masing-masing, penting sekali bila kita membuat pusat informasi tentang situs yang bagus dan relevan. Kalau sudah ada pusat informasi guru hanya perlu kirim e-mail ke pusat dan minta URL (Universal Resource Locator - alamat homepagenya). Jadi, cuma satu orang yang mencari (lebih hemat) dan informasi ini bisa dipasang di halaman "links informasi" di Website pusatnya supaya kalau guru lain cari informasi bisa cek disitu dulu.

Sesuai dengan yang sudah sering dikatakan, sebaiknya semua siswa/i di Indonesia dapat pengalaman memakai komputer dan Internet. Kebanyakan mengenai Internet dan cara membuat homepage misalnya kita dapat mengajar dengan komputer tanpa sambung ke Internet. Kalau kita ingin membuat program keterampilan komputer biayanya bisa dinaikkan sesuai dengan ongkos bila siswa/i menggunakan waktu di Internet (sharing) dalam programnya. Lebih baik siswa dapat kenalan Internet saja di sekolah dan melanjutkan kemampuan sendiri di Warung Internet. Di banyak sekolah yang belum punya fasilitas Internet siswa/inya sudah lama memakai Internet dan pengalamannya juga banyak. Pengalaman mereka bisa digunakan untuk membantu guru atau pustakawan untuk belajar mengenai Internet. Dengan teknologi baru ini sebaiknya kita mengunakan semua kemampuan SDM di sekolah.


Kesimpulan:

Kalau kita ingin mengajar, kita perlu memperhatikan hal-hal utama yaitu rencana dan strateginya. Sama dengan Internet. Kalau kita ingin membuat sistem komunikasi yang baik dan hemat, dan meningkatkan pendidikan siswa/i dalam ilmu komputer yang sesuai dengan dana sekolah, yang penting rencana (program) yang baik, dan strategi-strategi yang terbaik sesuai dengan keadaan sekolahnya. Dengan prinsip-prinsip yang disebut di dalam "Kiat Mendapatkan Dana" kita bisa secara terus-menerus melakukan peningkatan mutu pendidikan di sekolah kita secara mandiri.



Bahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan.
Nama (Penulis): Phillip Rekdale Konsultan Pendidikan di Jakarta
Artikel: Dari Pendidikan.TV (Pendidikan Network)


Baca Selengkapnya...

Problema Pengajaran Bahasa Inggris Di Sekolah Dasar dan solusinya

Tujuan pengajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar (SD) adalah agar siswa dapat membaca, menyimak, melafalkan, dan menulis sejumlah kosakata dan ketrampilan fungsional dalam kalimat dan ujaran bahasa Inggris sederhana yang berhubungan dengan lingkungan siswa, sekolah, dan sekitarnya. Hal tersebut tercantum dan sesuai dengan Keputusan Kepala Kanwil Depdikbud Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta nomor 017/I.13/MKpts/1994 tanggal 2 Februari 1994 tentang Kurikulum Muatan Lokal (MULOK) Pendidikan Dasar BBPP Sekolah Dasar mata pelajaran bahasa Inggris. Kalau kita baca sekilas apa yang tertulis dalam kurikulum Bahasa Inggris di sekolah dasar (SD) tersebut sederhana sekali sehingga kelihatannya mudah dipahami dan diterapkan. Tapi apa kenyataan di lapangan? Berdasarkan hasil pemantauan penulis, ternyata mata pelajaran Muatan Lokal (MULOK) pilihan Bahasa Inggris ini merupakan salah satu “momok” bagi para guru sekolah dasar pada umumnya. Hal itu dapat kita buktikan dengan adanya sekolah dasar negeri (SDN) yang mengajarkan bahasa Inggris di mana guru-gurunya bukan dari sekolah dasar yang bersangkutan, tetapi mengambil dari luar (honorer). Untuk Kabupaten Sleman, sampai artikel ini kami tulis, masih banyak yang guru bahasa Inggrisnya “ngebon” dari luar alias “honorer”. Misalnya sekolah sekolah di Wilayah Kecamatan Sleman dan Kecamatan Ngaglik, masih banyak yang juga “ngebon” dari luar. Mengapa pengajaran bahasa Inggris menjadi “ditakuti” atau “momok” bagi sebagian besar guru SD? Bukankah para guru SD sudah pernah mendapat bekal ketika mereka duduk di bangku sekolah atau kuliah? Apa yang menjadi kendalanya? Memang benar, bahwa setiap guru sebelum menjadi PNS dan terjun langsung ke sekolah, mereka sudah dibekali pendidikan baik formal maupun nonformal. Dengan demikian secara teori bekal yang dimiliki setiap guru sudah cukup memadai. Namun, karena faktor pendidikan, baik latar belakang, materi yang mereka peroleh serta ketrampilan mereka berbeda-beda, maka dalam penerapannya pun juga canggung, atau ragu-ragu, dan akhirnya hasil yang diperoleh pun juga akan berbeda-beda pula. Bahkan, ada yang tidak berhasil. Menurut pengalaman dan pengamatan penulis, secara umum beberapa hal atau kendala-kendala yang menjadi problema pengajaran bahasa Inggris bagi guru sekolah dasar (SD) pada umumnya adalah : 1. Faktor guru/pembina Sepengetahuan penulis, belum ada guru SD (PNS) yang mengajar bahasa Inggris, berijazah lulusan dari Akademi Bahasa Asing, Institut, atau Universitas jurusan bahasa Inggris. Bila selama ini ada guru SD pengajar bahasa Inggris yang berijazah bahasa inggris, biasanya guru tersebut bukan PNS tetapi guru honorer. Mengapa demikian? Sebab, pada umumnya para sarjana, baik umum maupun sarjana pendidikan biasanya enggan atau tidak tertarik untuk mengajar atau menjadi guru di sekolah dasar (SD), kecuali terpaksa, atau karena belum mendapat pekerjaan sama sekali. Jadi, pada umumnya para guru SD tersebut belum mempunyai modal dasar penguasaan bahasa Inggris dengan baik. 2. Faktor bakat dan minat para siswa SD Jarang sekali kita temui anak yang berbakat. Biasanya anak yang berbakat itu punya minat. Kalaupun ada bakat, seringkali bakat tersebut sering terpendam karena faktor guru atau pembina yang tidak mampu. 3. Kurangnya rasa percaya diri (self confidence) dari para pengajar Hal itu disebabkan kurang adanya kemauan (niat, usaha, tekad untuk berinovasi di samping kurang memiliki modal dasar bahasa Inggris). 4. Faktor sarana-prasarana Dalam pengajaran apapun tanpa didukung sarana prasarana yang memadai tidak mungkin akan berhasil seperti yang kita harapkan atau maksimal. Begitu pula dalam pengajaran Bahasa Inggris, tanpa didukung sarana prasarana yang memadai juga tidak akan berhasil. Misalnya tidak adanya buku pegangan/paket baik untuk guru maupun anak, alat peraga (visual aids) Wall Chard, Flash Card, teks lagu/nyanyian, dsb. Berdasarkan permasalahan – permasalahan tersebut di atas penulis akan mencoba untuk memberikan beberapa pandangan atau alternatif yang dapat dipergunakan sebagai solusi terbaik, sebagai berikut : 1. Guru Bahasa Inggris harus mempunyai “modal dasar” penguasaan bahasa Inggris : Modal dasar tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan formal dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, maupun non formal ( kursus, penataran, KKG, seminar, dan otodidak) sehingga hasil yang diperoleh dalam pengajaran bahasa Inggris tersebut dapat dipertanggung jawabkan. Dengan pendidikan tersebut maka bisa dikatakan bahwa guru bahasa Inggris tersebut bisa dikatakan sudah menguasai atau “dianggap” menguasai bahasa tersebut. Kapan seseorang dapat dikatakan telah mennguasai bahasa Inggris (asing)? Menurut C. Fries, seorang pakar linguistik bahasa Inggris dalam bukunya yang berjudul “Teaching and Learning English as a Foreign Language” mengatakan:”One can be said to have mastered a new language when within a limited vocabulary, he has mastered the basic structural system, and the basic sound system of the language.” Artinya ….. Di dalam bahasa modern lebih ditegaskan lagi, “Teachers of English should know English sound system, structural system, and vocabulary viewed from modern linguistic science (descriptive analysis)”. Bahasa Inggris adalah bahasa asing (foreign language) atau bahasa baru (new language) bagi kita. Bahasa Inggris juga bukan “bahasa Ibu” (mother tongue) bagi anak anak Indonesia. Untuk itu seorang guru bahasa Inggris harus punya “modal dasar” yang dapat diperoleh dengan cara mempelajari atau menguasai bahasa inggrs atau bahasa asing lainnya itu sendiri . Lalu, apa yang dimaksud dengan mempelajari bahasa asing itu? Seperti yang telah disebutkan Charles C. Fries dalam bukunya “Teaching and Learning English as a Foreign Language”, bahwa mempelajari bahasa asing berarti di dalam penguasaan kosakata (vocabulary) juga harus menguasai the basic structural system dan the basic sound system dari bahasa itu sendiri. Dan harus dapat menggunakan bahasa itu dalam kehidupan sehari-harinya (otomatic habit). Oleh karena itu, dalam mengajarkan bahasa Inggris bukan berarti hanya mengajarkan kata-kata lepas (vocabulary) sebanyak-banyaknya, tetapi juga harus mengajarkan pola-pola dasar sound system dan structural systemnya, yang kesemuanya itu tidak dapat dipisahkan atau berdiri sendiri. Jadi, unsur-unsur pokok dari bahasa itu merupakan pola-pola dasar yang saling berkaitan baik vocabulary, structural system, maupun sound systemnya. 2. Guru bahasa Inggris harus menguasai lagu atau nyanyian yang berbahasa Inggris. Seperti telah penulis sebutkan di atas, bahwa guru bahasa Inggris juga perlu menguasai lagu berbahasa Inggris. Penguasaan lagu berbahasa Inggris perlu karena lagu atau nyanyian yang diajarkan kepada para siswa bertujuan untuk membantu mereka memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam ucapan (sound system). Selain itu Lagu atau nyanyian diberikan agar dapat mengurangi rasa lelah/penat/bosan setelah para siswa berlatih begitu lama. Lagu atau nyanyian perlu diberikan dengan tujuan agar para siswa mengenal beberapa aspek budaya asing (Inggris). 3. Guru harus selalu berusaha untuk maju dan berkembang (inovatif) Keberhasilan seseorang bukan hanya ditentukan oleh IQ atau nilai kecerdasan yang tinggi saja. Namun, prestasi yang hebat juga ditentukan oleh yang lain. Seperti dikatakan oleh Dra. Puji Lestari Prianto, M.Psi. salah seorang staf pengajar Bagian Psikologi Pendidikan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia , “Prestasi yang hebat tidak selalu karena IQ yang tinggi, tetapi juga ditentukan oleh hal-hal lain dalam dirinya, seperti minat, motivasi, usaha atau latihan, dan kepribadian.” Jadi seseorang yang biasabiasa saja tetapi bisa berprestasi asal mau berusaha menekuni bidangnya yang diminati serta mempunyai keinginan yang kuat. Di samping itu, faktor lingkungan dan fasilitas atau kesempatan yang juga cukup mendukung. 4. Sarana dan prasarana yang memadai Pintarnya seperti apa guru itu, kalau tidak didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai tidak akan berhasil seperti yang diharapkan. Dalam hal ini dikhususkan pada faktor buku, alat peraga dan sarana lainnya. Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis yakin bahwa para pembaca khususnya rekan-rekan guru sekolah dasar (SD) dapat memahami apa yang dimaksud. Sekarang tergantung anda sekalian. Mau mencoba atau tidak. Ingin maju atau berinovasi atau tidak. Yang jelas, bersiaplah terlebih dahulu dengan modal-modal tersebut di atas. Siap untuk mencoba, siap untuk gagal. Tapi harus selalu berusaha untuk mencoba dan mencoba walaupun gagal. Dengan keyakinan dan pengharapan akhirnya suatu saat pasti berhasil. Ingat akan “Trial and Error”. Penulis adalah: VAP. Winarto Kepala SD Taraman Dinas Pendidikan Kab. Sleman Kecamatan Ngaglik. Artikel ini pernah dimuat di majalah Sembada, Edisi 28/Tahun Kesembilan

Baca Selengkapnya...
 
2009 Ari Camp2 All Rights Reserved.
chip created by vio Templates
blogger theme designed by blogger templates